
PERKASANEWS.COM – JAKARTA – Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset tidak hanya terkait pada tindak pidana korupsi.
“(RUU) Perampasan Aset berkaitan dengan tindak pidana lain,” ujar Eddy, sapaan akrab Edward, dalam diskusi publik “Akselerasi Reformasi Hukum dengan Penyusunan UU Perampasan Aset” seperti dipantau dari Jakarta, Rabu (10/5).
Dijelaskannya, tindak pidana lain, seperti tindak pidana yang melibatkan aset dengan nilai paling sedikit Rp100 juta, serta aset yang terkait dengan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara empat tahun atau lebih.
Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 6 draf RUU ini yang dikirim oleh Pemerintah kepada DPR.
“Mengapa kita menentukan empat tahun? Karena ada beberapa kejahatan yang sebetulnya dari sisi pidana penjara ringan, tetapi merupakan kejahatan yang berdampak terhadap ekonomi, keuangan,” kata Eddy.
Selain itu, Eddy juga mengatakan, RUU ini yang memuat tujuh bab, juga mengatur tentang penelusuran aset, pemblokiran, penyitaan, perampasan, hingga pengelolaan aset.
“Hal yang tidak kalah pentingnya di sini adalah terkait kerja sama internasional,” kata Eddy.
Ia menjelaskan bahwa aset yang berada di luar negeri menjadi salah satu kendala dalam perampasan aset. Seringkali perampasan untuk aset yang berada di luar negeri terbentur prinsip resiprokal atau timbal-balik, perbedaan hukum, hingga perjanjian-perjanjian internasional antarnegara.
“Undang-undang ini mencoba untuk mengatur berbagai kendala yang tadi. Saya katakan itu dalam konteks perampasan aset,” kata Eddy.
Sebelumnya, Senin (8/5), Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR, Indra Iskandar menyatakan bahwa Surpres RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana telah diterima oleh DPR pada Kamis (4/5).
“DPR sudah menerima Surpres tersebut tanggal 4 Mei,” urai Indra dalam keterangan tertulis yang diterima.