
PERKASANEWS.COM – TANGERANG – Kasus kejahatan susila yang banyak terjadi akhir-akhir ini mengundang keprihatinan kita semua. Korban terbanyak adalah anak-anak. Pada saat yang sama banyak pengaduan dari masyarakat tentang berita kasus kejahatan susila yang dinilai melanggar Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik dengan tegas menyebutkan, “Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila…”
Di dalam penafsiran ditegaskan, “Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.”
Dalam praktiknya, masih banyak wartawan yang mengungkapkan identitas korban kejahatan susila seperti menulis nama korban, nama orangtua, nama da alamat rumah, kampung, desa, kantor atau sekolahnya.
Pengelola media (Perkasa Grup) yang meliput kejahatan susila, senantiasa mengingatkan wartawannya, untuk bersungguh-sungguh melindungi korban kejahatan susila, apalagi yang masih tergolong anak-anak atau belum dewasa, dengan menutup rapat identitasnya.
Kusman, B.Sc.,SH.,MH., tidak pernah berhenti mengingatkan terkait kinerja wartawan Grup Perkasa.
“Prinsip hati-hati, empati, dan sikap bijaksana sangat dituntut dalam setiap pemberitaan tentang kejahatan susila. Semua itu perlu dilakukan agar awak wartawan dapat berkontribusi melindungi korban dan sekaligus tidak kehilangan peran bagi mendorong penegakan hukum serta bersama-sama dengan seluruh elemen masyarakat mencegah terjadinya kejahatan susila,” ungkap Kusman, yang juga berprofesi Advokat, pada satu kesempatan diskusi.
Sikap bijaksana dan berhati-hati dari media dapat ditunjukkan, misalnya, dengan tidak mengungkap hal-hal yang dapat mengarah terungkapnya identitas korban kejahatan susila.
Pemuatan nama inisial korban sebaiknya dihindari. Gunakanlah sebutan “seorang perempuan”, “seorang anak”, atau “korban” untuk menggambarkan “identitas korban”.
Pemuatan gambar korban dan keluarganya, gambar tempat tinggal atau tempat kerjanya, walaupun disamarkan atau diburamkan, masih berpotensi mengarah pada terungkapnya identitas korban. Karena itu, hindari pemuatan gambar-gambar tersebut.
Hindari juga pemuatan gambar-gambar yang terlampau vulgar, ketika pelaku melakukan kejahatan susila terhadap korban, dapat menambah trauma dan penderitaan bagi korban.
Hal itu berpotensi menimbulkan copy cat, yaitu pelaku kejahatan baru yang terinspirasi oleh kejahatan yang terjadi sebelumnya.
“Pers tidak sepatutnya mengeksploitasi kasus kejahatan susila. Dengan bersikap bijaksana dan berhati-hati dalam peliputan kasus kejahatan susila, media dapat terhindar dari kemungkinan pelanggaran kode etik jurnalistik,” tutup Kusman.
@
Pewarta: Eddy Yusuf
Editor: Redaksi/EY
Foto: dokumen pribadi.